Mengatasi Antraknosa adalah salah satu langkah petani cabai untuk menghindari dampak negatif yang dapat ditimbulkannya, dampak serangan antraknosa ini bisa sangat masif dan menyebabkan kerugian hasil panen.
Antraknosa merupakan salah satu penyakit utama tanaman cabai yang sudah sangat familier di kalangan petani cabai. Karena menyerupai penyakit patek (frambusia) pada kulit manusia antraknosa biasa disebut patek.
Jika pathek yang pada kulit manusia disebabkan oleh infeksi bakteri, patek pada cabai disebabkan oleh disebabkan oleh jamur colletotrichum sp. Jamur patogen ini tidak hanya menyerang tanaman cabai tetapi juga tanaman lain seperti tomat, melon, terong, semangka, bawang merah, kubis bahkan mangga.
Sejauh ini para ahli mengidentifikasi 5 spesies keluarga collectrotichum yang menyerang cabai diantaranya colletotrichum capsici (Sydow) Bull & Bysby dan colletotrichum gloeosporioides (Penz) Penz. & Sacc, colletotrichum acutatum (Simmon), colletotrichum coccodes (Wallr.), dan colletotrichum gramicola (Cess).
Khusus di Indonesia penyebab serangan antraknosa didominasi oleh colletotrichum acutatum, colletotrichum capsici dan colletotrichum gloeosporioides.
Dampak Antraknosa
Dampak serangan antraknosa ini bisa sangat masif dan menyebabkan kerugian hasil panen hingga 65%. Oleh karenanya para petani berusaha sekuat tenaga melakukan berbagai cara untuk mengatasi antraknosa, bahkan tak jarang mengkombinasi berbagai macam fungisida dalam setiap aplikasi.
Tingkat serangan antraknosa pada suatu hamparan kebun cabai tergantung dari pola pengendaliannya, mulai sejak upaya preventif atau pencegahan hingga kuratif. Apabila serangan antraknosa diantisipasi sejak dini maka upaya pengendalian secara kuratif selanjutnya akan lebih mudah dengan tingkat serangan yang rendah.
Infeksi antraknosa pada cabai ditandai dengan gejala awal berupa bintik-bintik kecil yang berwarna kehitaman pada kulit buah. Selanjutnya mengakibatkan buah mengkerut, kering dan membusuk. Pada tahap awal infeksi konidia colletotrichum yang berada di permukaan kulit buah cabai akan berkecambah dan membentuk tabung perkecambahan.
Setelah tabung perkecambahan penetrasi ke lapisan epidermis kulit buah cabai maka akan terbentuk jaringan hifa. Kemudian hifa intra dan interseluler menyebar ke seluruh jaringan dari buah cabai.
Inang antraknosa sebenarnya tidak hanya pada buah cabai tetapi juga terhadap tangkai, batang muda, dan percabangan baik pada fase vegetatif hingga generatif. Memang cukup jarang ditemukan serangan antraknosa pada saat fase vegetatif karena tanaman muda yang masih aktif tumbuh masih mampu mensintesis metabolit sekunder berupa zat-zat pertahanan alamiah.
Zat pertahanan alami terbentuk sebagai respon tanaman ketika patogen berusaha menginfeksi sehingga dampak serangan tidak terlalu signifikan dan mudah diatasi. Meski demikian sangat mungkin sejak tanaman muda keberadaan spora-spora patogen ini sudah ada namun belum mendapatkan kondisi yang sesuai untuk berkembang pada tingkat serangan yang menimbulkan dampak.
Pada lahan-lahan yang sebelumnya pernah terjangkit serangan antraknosa spora bisa terinvestasi dalam keadaan dorman di dalam tanah, sisa-sisa tanaman maupun pada tanaman-tanaman semak. Penyebaran spora antara lain melalui angin, tangan manusia, kaki-kaki serangga, gesekan antar tanaman, percikan air hujan hingga aliran air di permukaan tanaman.
Penyebab Serangan Antraknosa
Faktor Lingkungan
Kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap terjadinya serangan antraknosa. Diantaranya kelembaban udara tinggi yang mencapai 90% serta suhu udara yang hangat berkisar 300C. Kelembaban udara bisa berasal dari penguapan air tanah pada saat cuaca panas, baik di musim hujan atau pada musim kemarau (pada lahan-lahan dengan pengairan saat cuaca terik, atau saat kemarau basah).
Selain suhu dan kelembaban, sanitasi lingkungan juga mempunyai kontribusi. Sebagaimana dijelaskan di atas, spora colletotrichum mampu bertahan dalam keadaan dorman di lingkungan sekitar, diantaranya pada tanah, semak, dan tanaman cabai di sekitar yang sudah terserang, atau penggunaan mulsa bekas yang pernah digunakan pada tanaman musim sebelumnya yang pernah terserang.
Kondisi Tanaman
Selain faktor lingkungan berupa suhu dan kelembaban udara, kondisi tanaman juga berpengaruh pada serangan antraknosa. pH permukaan tanaman yang rendah atau asam (4,5 – 6,5) merupakan lingkungan yang kondusif bagi perkecambahan spora colletotrichum.
Keasaman permukaan ini bisa berasal dari hujan malam hari yang meninggalkan lapisan asam, atau dari aplikasi bahan yang disemprotkan semisal pupuk daun atau pestisida yang bereaksi asam.
Faktor permeabilitas dan sifat hipertonis (kaya cairan) dari sel-sel tanaman juga memudahkan haustoria (akar fungi) untuk melakukan penetrasi ke dalam epidermis inang sasaran. Buah cabai yang masak memiliki permeabilitas tinggi, dan mudah menyerap air sehingga membuatnya menjadi hipertonis, suatu kondisi yang memenuhi syarat bagi penetrasi patogen tersebut.
Ketahanan Tanaman dan Genetika
Genetik tanaman membawa sifat-sifat ketahanan bawaan yang berbeda-beda. Pada varitas-varitas cabai yang mempunyai ketahanan bawaan kuat akan mampu menangkal serangan patogen sejak awal fase serangan.
Ketahanan bawaan ini berupa kemampuan tanaman mensintesis senyawa fitoaleksin dan fenolat yang dapat menekan perkembangan patogen. Varitas-varitas yang tahan inilah yang disebut dengan varitas toleran dimana tanaman ini mampu secara alamiah meminimalisir tingkat serangan patogen seperti antraknosa.
Selain ketahanan bawaan, tipikal fisik tanaman juga dapat membentengi tanaman dari serangan spora patogen, misalnya pada buah cabai yang berkulit tebal dan keras akan mempersulit haustoria jamur untuk menembusnya. Adakalanya fisik tanaman ini bisa direkayasa dengan suplai unsur hara tambahan.
Penambahan unsur kalsium saat fase generatif menurut beberapa penelitian dapat meningkatkan ketebalan dinding sel pada buah, serta penambahan unsur boron dapat memperlambat penguraian asam amino pada buah masak sehingga kulit buah menjadi lebih kaku.
Mengatasi dan Pencegahan Selama Persiapan Tanam
Beberapa langkah mengatasi antraknosa dan pencegahannya:
- Mempersiapkan sistem drainase sebaik mungkin yang tidak memungkinkan air menggenang dalam waktu lama di lahan.
- Panggunaan mulsa juga dapat mengurangi penguapan air tanah penyebab kelembaban tinggi.
- Sebelum mengolah tanah bersihkan lingkungan dari sisa-sisa tanaman dan semak-semak belukar, jika perlu sisa-sisa tanaman dibakar atau dibuat kompos di logasi yang terpidah dari lahan.
- Buat jarak tanam lebih lebar dengan pola zig-zag untuk menghindari kelembaban udara serta memberikan akses sinar matahari secara merata.
- Pilih varitas cabai yang tahan dan toleran terhadap antraknosa.
- Jika lahan bersebelahan dengan tanaman cabai tetangga yang sudah terserang antraknosa buatlah pagar pelindung dari plastik mulsa.
- Saat pembuatan bedengan tambahkan dolomit pada kedalaman yang sekiranya terjangkau oleh akar.
- Jika lahan yang akan ditanami punya sejarah serangan antraknosa, akan lebih baik jika ditambahkan agens hayati seperti trichoderma atau gliocladium.
Mengatasi Antraknosa dengan Antisipasi di Pertanaman (Pengendalian Preventif)
- Antraknosa biasanya menyerang secara masif saat tanaman berbuah, maka disarankan untuk mengatasi antraknosa dengan meningkatkan pemberian hara berupa kalsium dan fosfat di saat tanaman menjelang berbunga.
- Apabila turun hujan pada malam hari lakukan penyemprotan KLINOP WP untuk mengurangi keasaman pada permukaan tanaman terutama buah.
- Hindari penggunaan pupuk daun yang bersifat asam selama tanaman berbuah. Untuk penggunaan pupuk daun fase generatif direkomendasikan menggunakan FOCUS K yang tidak bersifat asam.
- Aplikasi kalsium karbonat berbentuk partikel tepung tidak larut air, karena bentuk ini tidak meninggalkan lapisan asam pada permukaan buah.
- Gunakan fungisida protektif berbahan aktif tembaga hidroksida.
- Lakukan pengendalian hama serangga dengan baik karena seringkali spora jamur terbawa oleh kaki-kaki serangga dan berpindah dari tanaman sakit ke tanaman yang masih sehat.
Pengendalian Kuratif
- Dilakukan apabila tanaman sudah terserang antraknosa, mungkin karena kurang dilakukannya pengendalian preventif sebelumnya.
- Aplikasi fungisida kontak dikombinasi dengan sistemik. Fungisida kontak yang direkomendasikan berbahan aktif tembaga hidroksida dengan dicampur KLINOP WP. Sedangkan fungisida sistemik bisa yang berbahan aktif benomil, metil tiofanat, metalaksil, dimetomorf, difenokonazol, tebukonazol.
- Selama tindakan kuratif langkah-langkah seperti dalam pengendalian preventif tetap harus dilakukan untuk menangkal serangan yang berkelanjutan. Perlu diingat bahwa selama kita melakukan tindakan kuratif untuk membunuh jamur patogen, invasi spora jamur pendatang tetap berlangsung.
- Secara rutin bersihkan buah cabai yang sudah terinfeksi baik yang masih di pohon maupun yang sudah rontok, masukkan ke dalam kantong plastik dan bawa ke tempat yang jauh atau dibakar di lokasi yang terpisah dari lahan.
- Dalam melakukan penyemprotan fungisida kontak jangan hanya berfokus pada tanaman tetapi perlu juga menyemprot permukaan mulsa karena di permukaan mulsa juga terdapat serpihan-serpihan spora.
- Setiap aplikasi penyemprotan daun, usahakan tidak membuat tanaman basah kuyub tetapi membentuk lapisan tipis yang merata, bisa dengan dibantu ajuvan seperti RATAFOL untuk aplikasi pestisida kontak, dan GLOSS untuk pestisida sistemik atau pupuk daun.
Pemulihan
Setiap tanaman yang mengalami serangan hama dan penyakit tentu tidak mampu berproduksi secara normal. Sebagian organ telah rusak, dan metabolisme tanaman mengalami gangguan.
Oleh karenanya selain upaya-upaya pengendalian hama dan penyakit harus disertai upaya pemulihan kondisi tanaman agar kembali tumbuh dan berkembang dengan baik. Pemulihan tanaman dilakukan dengan pemberian pupuk mikro melalui daun untuk menormalisasi kinerja enzim-enzim dan merangsang pembentukan hormon-hormon alamiah bagi pembentukan sel-sel baru secara lebih cepat.
MICRONSEL merupakan pupuk daun yang mengandung unsur-unsur mikro dalam bentuk chellate yang aman, efektif dan direkomendasikan untuk memulihkan kondisi tanaman setelah terserang patogen. Waktu dan interval aplikasi tidak harus menunggu hingga masalah antraknosa ini tuntas tetapi dibarengkan dengan aplikasi pestisida secara rutin.
Referensi Artikel : Bumikita